Sejak zaman prasejarah, manusia telah menggunakan cerita untuk berbagi pengalaman, mengajarkan nilai-nilai, dan membangun hubungan sosial.
Mengapa otak manusia menyukai cerita? Dari perspektif neurosains, storytelling memiliki dampak langsung pada aktivitas otak, pelepasan hormon, dan proses penyimpanan memori.
Studi ilmiah menunjukkan bahwa cerita lebih mudah diingat dibandingkan fakta yang disajikan secara datar, karena narasi merangsang berbagai area otak yang terkait dengan emosi, imajinasi, dan pengalaman sensorik.
Mengapa Otak Manusia Menyukai Cerita?
Artikel ini akan membahas bagaimana hormon dopamin dan oksitosin berperan dalam storytelling, bagaimana cerita mempengaruhi memori jangka panjang, serta contoh iklan yang sukses memanfaatkan respons otak terhadap cerita.
Baca: Apa Itu Storytelling: Definisi + Panduan Untuk Pemula
Peran Hormon Dopamin dan Oksitosin dalam Storytelling

Otak manusia merespons cerita dengan cara yang kompleks, tidak hanya dalam aspek kognitif, tetapi juga secara biologis melalui pelepasan hormon yang mempengaruhi emosi, motivasi, dan keterikatan sosial. Dua hormon utama yang berperan dalam storytelling adalah dopamin dan oksitosin.
Ketika seseorang mendengar atau membaca cerita yang menarik, neurotransmiter dalam otak diaktifkan, menghubungkan emosi dengan pengalaman sensorik.
Hasilnya, cerita menjadi lebih mudah dipahami, diingat, dan memiliki dampak emosional yang lebih kuat dibandingkan informasi berbentuk data atau fakta kering.
1. Dopamin: Meningkatkan Daya Tarik dan Ingatan
Dopamin adalah neurotransmitter utama yang bertanggung jawab atas motivasi, kesenangan, dan pembelajaran.
Hormon ini membantu seseorang tetap fokus, meningkatkan rasa penasaran, dan membuat suatu pengalaman lebih berkesan.
Dalam konteks storytelling, dopamin dilepaskan saat seseorang mengalami kejutan, ketegangan, atau penyelesaian konflik yang memuaskan dalam cerita.
Ini menjelaskan mengapa manusia tertarik pada alur cerita yang memiliki tantangan atau plot twist yang tidak terduga.
Bagaimana Dopamin Bekerja dalam Storytelling?
1. Ketegangan dan Kejutan dalam Cerita Meningkatkan Pelepasan Dopamin
- Saat seseorang mengikuti cerita yang memiliki konflik atau alur yang mendebarkan, otak merespons dengan meningkatkan produksi dopamin.
- Plot twist yang mengejutkan atau momen klimaks yang penuh ketegangan membuat audiens tetap fokus dan ingin mengetahui apa yang terjadi selanjutnya.
2. Meningkatkan Kemampuan Mengingat Informasi
- Dopamin memperkuat jalur memori dalam otak, meningkatkan kemungkinan seseorang mengingat informasi dari cerita untuk jangka waktu lebih lama.
- Studi neurosains menunjukkan bahwa informasi yang dikemas dalam bentuk cerita lebih mudah diingat dibandingkan data yang disajikan secara langsung.
3. Membuat Pengalaman Storytelling Lebih Menyenangkan dan Bermakna
- Saat seseorang menikmati cerita, otak mereka mengasosiasikan pengalaman tersebut dengan perasaan senang dan puas.
- Akibatnya, audiens lebih mungkin untuk membagikan cerita tersebut kepada orang lain, menciptakan efek viral dalam storytelling digital.
Contoh Bagaimana Dopamin Berperan dalam Storytelling:
Film dan Serial TV Menggunakan Teknik Suspense
- Serial seperti Breaking Bad dan Game of Thrones dirancang dengan alur yang penuh ketegangan dan kejutan, sehingga meningkatkan pelepasan dopamin.
- Penonton merasa penasaran dan terus ingin tahu apa yang akan terjadi di episode berikutnya.
Teknik Storytelling dalam Pemasaran Digital
- Brand seperti Netflix dan YouTube menggunakan “cliffhanger” dalam trailer atau video pendek mereka untuk menciptakan rasa ingin tahu dan membuat audiens tetap terlibat.
- Kampanye pemasaran sering kali menggunakan elemen alur cerita bertahap yang mendorong audiens untuk tetap mengikuti hingga akhir.
2. Oksitosin: Membangun Koneksi dan Empati
Oksitosin sering disebut sebagai “hormon kepercayaan” atau “hormon ikatan sosial” karena berperan dalam membangun hubungan interpersonal dan meningkatkan empati.
Hormon ini dilepaskan ketika seseorang merasa terhubung secara emosional dengan orang lain, baik dalam kehidupan nyata maupun melalui karakter dalam cerita.
Dalam storytelling, oksitosin membantu menciptakan hubungan yang lebih dalam antara audiens dan karakter, membuat cerita lebih menyentuh dan bermakna.
Bagaimana Oksitosin Bekerja dalam Storytelling?
1. Cerita yang Menggugah Emosi Memicu Pelepasan Oksitosin
- Narasi yang menyentuh, seperti kisah seseorang yang berjuang menghadapi kesulitan dan akhirnya berhasil, dapat merangsang produksi oksitosin.
- Ini menjelaskan mengapa cerita yang penuh dengan elemen kemanusiaan, kasih sayang, atau pengorbanan sering kali membuat audiens menangis atau merasa terinspirasi.
2. Meningkatkan Keterikatan Emosional dengan Karakter dalam Cerita
- Saat seseorang membaca buku, menonton film, atau mendengarkan kisah inspiratif, mereka merasakan empati terhadap karakter utama.
- Studi neurosains menunjukkan bahwa otak seseorang dapat mengalami emosi yang sama dengan karakter dalam cerita, meskipun hanya sebagai penonton.
3. Mendorong Audiens untuk Bertindak atau Berbagi Cerita
- Ketika oksitosin dilepaskan, seseorang lebih cenderung merasa tergerak untuk berbagi cerita dengan orang lain, mendukung suatu tujuan sosial, atau bahkan membeli produk yang terkait dengan cerita tersebut.
- Oleh karena itu, brand yang menggunakan storytelling berbasis emosi dapat meningkatkan loyalitas pelanggan.
Contoh Bagaimana Oksitosin Berperan dalam Storytelling:
Iklan Emosional yang Membangun Koneksi
- Iklan Natal dari John Lewis (retailer asal Inggris) menampilkan cerita menyentuh tentang seorang anak yang memberikan hadiah kepada teman imajinasinya. Iklan ini memicu respons oksitosin yang membuat audiens merasa lebih dekat dengan brand.
- Kampanye Nike sering kali menampilkan kisah atlet yang menghadapi rintangan dan akhirnya mencapai kesuksesan, menciptakan inspirasi dan motivasi bagi audiens.
Film dan Serial TV yang Berfokus pada Ikatan Emosional
- Film seperti The Pursuit of Happyness atau Coco membangun narasi yang penuh dengan emosi dan hubungan keluarga, memicu pelepasan oksitosin yang memperdalam pengalaman menonton.
- Karakter-karakter yang relatable dan memiliki tantangan hidup membuat audiens merasa lebih terhubung dengan cerita.
Storytelling dalam Kampanye Sosial
- Kampanye penggalangan dana sering kali menggunakan storytelling berbasis oksitosin, seperti menampilkan kisah nyata seseorang yang membutuhkan bantuan.
- Organisasi amal menggunakan video pendek yang menceritakan perjuangan individu atau komunitas, mendorong audiens untuk berpartisipasi dalam aksi sosial.
Bagaimana Cerita Mempengaruhi Memori Jangka Panjang?

Otak manusia tidak hanya menyerap informasi, tetapi juga menyimpan dan mengorganisasikan informasi tersebut dalam bentuk narasi.
Cerita yang kuat cenderung lebih diingat dibandingkan fakta atau data yang disampaikan tanpa konteks.
1. Aktivasi Multi-Sensorik dalam Otak
Ketika seseorang membaca atau mendengar cerita, beberapa bagian otak yang berhubungan dengan pengalaman nyata ikut aktif.
Bagaimana cerita diingat lebih baik dibandingkan data biasa?
- Jika sebuah cerita menggambarkan aroma kopi yang harum, bagian otak yang mengolah bau akan aktif, seolah-olah audiens benar-benar mencium bau tersebut.
- Jika sebuah cerita berbicara tentang seseorang yang berlari, area motorik otak akan aktif, menciptakan pengalaman yang lebih mendalam.
- Asosiasi multi-sensorik ini memperkuat jejak memori, sehingga cerita lebih mudah diingat dibandingkan daftar fakta atau angka.
Contoh:
Seseorang lebih mungkin mengingat kisah tentang seorang atlet yang mengatasi cedera dan menang kejuaraan dibandingkan mengingat angka statistik tentang persentase kemenangan atlet tersebut.
2. Struktur Narasi Meningkatkan Retensi Informasi
Cerita yang mengikuti struktur tiga babak (awal, tengah, akhir) lebih mudah diproses dan disimpan dalam memori jangka panjang.
Bagaimana struktur cerita mempengaruhi daya ingat?
- Awal cerita → Menarik perhatian dan menciptakan konteks.
- Tengah cerita → Mengembangkan konflik dan membangun keterlibatan emosional.
- Akhir cerita → Memberikan resolusi yang membantu otak menghubungkan informasi dengan pengalaman sebelumnya.
Contoh:
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang belajar melalui cerita mengingat informasi 22 kali lebih baik dibandingkan mereka yang belajar dengan metode daftar poin.
Studi Kasus: Iklan yang Sukses Memanfaatkan Respons Otak
Storytelling dalam iklan memicu dopamin dan oksitosin, membuat cerita lebih berkesan, meningkatkan keterlibatan, dan memperkuat hubungan dengan brand.
Berikut beberapa kampanye sukses yang memanfaatkan kekuatan storytelling berbasis neurosains.
1. Coca-Cola – “Share a Coke”
Coca-Cola mengganti logo mereka dengan nama-nama populer, mendorong pelanggan untuk mencari dan berbagi botol dengan orang terdekat.
Mengapa Efektif?
- Personalisasi meningkatkan oksitosin, karena pelanggan merasa dihargai dan lebih terhubung.
- Berbagi momen sosial memperkuat asosiasi positif dengan brand.
- Pelepasan dopamin saat menemukan nama sendiri atau teman menciptakan pengalaman yang menyenangkan.
Hasil: Kampanye diterapkan di lebih dari 80 negara, meningkatkan penjualan dan interaksi pelanggan.
Baca: Teknik Dasar Storytelling: Panduan Lengkap untuk Pemula
2. Google – “Reunion”
Dua sahabat yang terpisah akibat konflik India-Pakistan akhirnya bertemu kembali berkat Google Search.
Mengapa Efektif?
- Konflik emosional meningkatkan dopamin, membuat audiens tetap terlibat.
- Momen reuni memicu oksitosin, menciptakan rasa hangat dan kepuasan emosional.
- Menghubungkan teknologi dengan nilai kemanusiaan memperkuat ingatan terhadap brand.
Hasil: Iklan viral dengan jutaan penayangan, meningkatkan citra Google sebagai alat yang menghubungkan orang.
3. P&G – “Thank You, Mom”
Menyoroti peran ibu dalam membesarkan atlet Olimpiade, menampilkan kisah perjuangan dan pengorbanan.
Mengapa Efektif?
- Empati terhadap ibu meningkatkan oksitosin, memperkuat koneksi emosional.
- Brand diasosiasikan dengan nilai keluarga dan dukungan.
- Musik emosional meningkatkan dopamin dan keterlibatan audiens.
Hasil: Kampanye berulang di setiap Olimpiade, memperkuat loyalitas pelanggan terhadap P&G.
4. John Lewis – “Monty the Penguin”
Kisah seorang anak dengan boneka penguin imajinernya, yang mencerminkan kehangatan dan keajaiban Natal.
Mengapa Efektif?
- Karakter menggemaskan meningkatkan oksitosin dan keterikatan emosional.
- Nostalgia Natal memperkuat ingatan dan respons emosional.
- Musik menyentuh memicu dopamin, meningkatkan keterlibatan.
Hasil: Iklan menjadi viral, meningkatkan penjualan dan brand awareness selama musim liburan.
Kesimpulan
Otak manusia menyukai cerita karena storytelling mengaktifkan pelepasan hormon dopamin dan oksitosin, yang meningkatkan keterlibatan, memori, dan koneksi emosional.
Dopamin membantu audiens tetap fokus dan terlibat dalam cerita, sementara oksitosin memperkuat ikatan emosional dengan karakter atau brand yang disajikan dalam cerita.
Selain itu, cerita lebih mudah diingat dibandingkan fakta biasa karena melibatkan banyak bagian otak dan memanfaatkan struktur narasi yang jelas.
Studi kasus dari iklan Coca-Cola dan Google menunjukkan bagaimana storytelling yang kuat dapat meningkatkan daya tarik sebuah brand dan memperkuat hubungan dengan pelanggan.
Dengan memahami bagaimana otak merespons cerita, kita dapat menciptakan narasi yang lebih efektif, berkesan, dan mampu menginspirasi audiens dalam berbagai konteks, baik dalam pemasaran, edukasi, maupun komunikasi interpersonal.